Dengar = Rasakan? Ketika Musik Memengaruhi Emosi

Ditulis untuk Bunch Psikologi UI pada Oktober 2012. Link : http://issuu.com/bunchpsikoui/docs/bunch_okt_02



Pernah merasa galau ketika mendengar lagu sendu yang tengah diputar? Atau pernah sengaja mendengarkan lagu berirama cepat untuk membuat diri lebih bersemangat? Ya, pasti tak jarang Anda mengalaminya, begitu pula saya.

Dalam kehidupan kita saat ini, nyaris mustahil jika kita tak terokupasi dengan minimal sepotong lagu setiap harinya. Musik kian menjadi bagian dalam hidup kita seiring dengan perkembangan teknologi yang memberikan kemudahan untuk memutar musik dimana saja. Kehadiran musik pun ternyata memberikan banyak pengaruh yang kadang tak kita sadari. Lihat saja, seorang anak berusia tujuh tahun terbangun dari keadaan koma berkat lagu dari Adele yang tanpa sengaja terputar di radio rumah sakit. 
Banyak alasan mengapa manusia tidak terlepas dari kegiatan mendengarkan musik. Chamorro-Premuzic (2011) mengungkapkan tiga tujuan umum dibalik seseorang mendengarkan musik. Tujuan pertama adalah untuk meningkatkan performa dalam berbagai tugas. Musik dapat mengurangi kebosanan kerja dan meningkatkan level atensi terhadap hal yang sedang kita lakukan. Kedua, musik dapat merangsang fungsi intelektual. Hal ini terjadi ketika kita menganalisa musik yang kita dengar. Selain itu, musik dapat memanipulasi atau mempengaruhi emosi kita sendiri hingga mencapai suatu keadaan emosi, seperti keadaan senang atau bersemangat. Fungsi terakhir inilah yang menarik untuk dibahas.
Mengapa emosi dapat dipengaruhi oleh musik? Pertanyaan ini membuat saya teringat materi kuliah Teori Emosi waktu semester enam lalu. Salah seorang tokoh psikologi emosi, Fridja, menjelaskan bahwa suatu karya seni, termasuk musik, dapat mempengaruhi emosi seseorang jika dapat menyentuh concern  bagi yang menikmatinya. Ketika kita menilai musik yang kita dengarkan, muncul suatu emosi estetis, yaitu rasa ‘peduli’ yang dapat menggerakkan individu untuk terbenam dalam karya seni tersebut. Dalam teori psikoanalisis juga dijelaskan bahwa musik dapat memancing keinginan-keinginan terpendam kita dalam bentuk imajinasi. Hal inilah yang memungkinkan kita merasa terbawa dengan musik yang sedang kita dengarkan.  

Dari dua teori di atas dapat disimpulkan bahwa musik  dapat mempengaruhi emosi karena kemampuannya menyalurkan keinginan-keinginan terpendam kita dan dapat ‘membenamkan’ kita pada suatu emosi estetis tertentu.

Telah banyak penemuan menarik lainnya terkait hubungan musik dengan emosi. Campbell dalam bukunya "The Mozart Effect" mengatakan bahwa musik romantik dapat digunakan untuk meningkatkan emosi kasih sayang dan simpati. Uniknya, sebuah percobaan memperdengarkan alunan musik Mozart kepada sapi-sapi di Brittany ternyata berefek meningkatkan produksi susu dibanding sapi-sapi yang tidak mendengarkan alunan musik. Campbell pun mengungkapkan, “In an instant, music can uplift our soul. It awakens within us the spirit of prayer, compassion, and love. Finally, music is not just entertainment. It is medicine for body and soul.” 

Yuk manfaatkan musik untuk menyalurkan emosi dan membuat emosi menjadi positif!

Sumber      :
Don, Campbell. 1997. The Mozart Effect: Tapping the Power of Music to Heal the Body, Strengthen the Mind and Unlock the Creative Spirit.William Morrow & Company

Chamorro-Premuzic,T. 2011. The Psychology of Musical Preferences: What do your musical preferences say about your personality?. Diambil secara online dari http://www.psychologytoday.com/blog/mr-personality/201101/the-psychology-musical-preferences pada tanggal 22 Juli 2012

Fridja,N.H. 1986. The Emotions.  Cambridge(UK): Cambridge University Press. http://books.google.co.uk/books?id=QkNuuVfpBMC&pg=PR3&hl=id&source=gbs_selected_pages&cad=3#v=onepage&q&f=false



Comments